blogger widget
Selasa, 27 Desember 2011

Selembar Kain Hitam


“Ini ayah beri selembar kain hitam..” Kain hitam yang tidak terlalu panjang itu diberikan pada anaknya Raka. Anak muda berusia 20 tahun yang sudah mendapatkan pekerjaan tetap di kota lain.

Raka kebingungan, “Ini buat apa yah?” Dilihatnya selembar kain hitam itu, dia coba pasangkan di lengannya, lalu dicobanya sebagai ikat kepala, diapakai juga di lehernya. Ayahnya hanya tersenyum.

“Nakkk..bis sudah datang nak.” Suara lembut perempuan terdengar dan seketika untuk sementara waktu membuyarkan kebingungan Raka.

Tanpa berlama-lama, Raka mengambil tas kopernya dan bergegas menuju ke bis yang sudah menjemputnya. Bis yang akan mengantarkannya berpisah dengan keluarganya, menuju ke tempat yang asing baginya, untuk sementara waktu tidak akan melihat wajah ayah dan ibunya, wajah yang nantinya hanya akan ada di angan-angan saja.

Di dalam bis Raka masih memegang kain hitam yang diberikan ayahnya itu. Dalam hati terus terjadi pergolakan, terus muncul berbagai pertanyaan untuk apa kain hitam itu. Raka hanya percaya pada ayahnya kalau kain hitam itu pasti berguna di tempat kerjanya nanti apalagi memang ayah dulunya juga bekerja di tempat yang akan menjadi tempat kerjaku nanti. Raka menggantikan ayahnya bekerja, bekerja di sebuah perusahaan yang terbilang cukup sukses di kota itu.

~~~

“Ini ruang kerja kamu..” Sesaat setelah tadi sampai Raka langsung diantar ke tempat kerjanya.

“Ini nanti buku-buku yang ada di sini boleh saya rapikan dan saya buang yang tidak perlu Pak?” Raka memperhatikan sekeliling ruang kerjanya yang berantakan itu.

Dengan nada yang agak tinggi orang yang menemani Raka itu menanggapinya,” Jangan, nanti itu ada yang merapikan. Kamu kan belum tahu apa-apa, kamu kan masih baru.”

“Iya pak..” Raka menjawab dengan pelan sambil menganggukkan kepalanya.

Tidak lama memang datang seseorang yang bertugas merapikan buku-buku maupun beberapa tumpukan kertas yang ada di meja ruang kerja Raka. Dilihat dari pembawaannya terlihat orang ini seperti birah yang tak berakar. Dari cara berjalan terlihat malas-malasan, badannya pun tidak tegap dan sedikit membungkuk, serta wajahnya hanya berhias ekspresi datar saja.

“Mas mas, bawanya jangan begitu, nanti jatuh lho.” Raka memberi saran melihat orang itu membawa tumpukan buku dan arsip hanya dengan satu tangan saja. Tangan yang satunya dimasukkan ke kantong.

“Ahhh..tau apa kamu?Saya sudah berpengalaman di sini, biasanya juga begini saya bawanya dan baik-baik saja!”  Orang itu terlihat sedikit marah.

“Maaf  mas..” Raka hanya tersenyum dan meminta maaf.

~~~

Sudah beberapa minggu Raka bekerja di tempat itu. Hari demi hari ia lalui dengan semangat, tidak pernah ia mengeluh dengan banyaknya pekerjaan yang ia jalani. Tidak peduli jika harus bekerja sampai matahari sampai larut malam, sampai bintang-bintang bersinar sangat terang. Walaupun Raka sangat bersemangat, dia sulit mendapatkan teman yang baik di kantornya itu, kebanyakan dari mereka sudah berusia tidak muda lagi. Bahkan Raka justru sering membuat masalah dengan karyawan lain dan harus sering dipanggil atasannya.

“Raka!!Lagi-lagi kamu membuat masalah, sudah berapa kali kamu saya panggil??!!Sudah banyak yang melapor pada saya tentang kelakuanmu..”

“Maaf pak..saya Cuma memberi saran buat mereka pak..” Raka tertunduk lesu.

“Mereka itu jauh lebih tua dari kamu, mereka sudah lama kerja di sini, kurang ajar namanya kalau kamu begitu!!” Atasan Raka semakin marah mendengar Raka yang justru menanggapi.

Lagi-lagi Raka tidak tinggal diam, kata-kata yang sudah lama terpendam ini akhirnya keluar juga, “ Tapi mereka banyak melakukan kesalahan Pak, bukannya saya mau kurang ajar atau mau sok tahu tapi mereka melakukan kesalahan pak.” Raka mulai mengangkat kepalanya dan menatap atasannya itu.

“Brakkkk!!!!” Tangan atasan Raka menggebrak meja, keripu di wajah atasan Raka terlihat sedikit kencang, matanya menatap tajam Raka.

Dengan nada yang semakin tinggi atasan Raka semakin marah,”Hormati mereka yang lebih tua dari kamu, kamu memberi saran begitu memang kamu sudah paling hebat di sini? Kamu tu masih baru di sini, usia kamu saja masih setengah dari usia saya.Jangan kurang ajar kamu ya!!!”

Raka mengerutkan dahinya, wajahnya sedikit marah dan kecewa tapi dia tetap tidak tinggal diam kali ini,” Tapi mereka itu Pak menulis pembukuan yang salah, mereka tidak teliti dan saya hanya membenarkan saja, saya memebri tahu bagaimana yang benar, tapi mereka malah tidak terima dan malah melapor ke bapak.”

Raka sendiri sudah sering mendengar kemarahan dari atasannya dan baru kali ini dia berbicara karena dia sudah tidak tahan. Dengan masalah yang sama Raka akhirnya memutuskan untuk menjelaskan semuanya, menjelaskan mengapa banyak karyawan yang melapor ke atasannya. Dia sudah bosan mendengar amukan atasannya yang terus mendengung di telinganya, suaranya seperti kumbang yang dijolok, begitu keras dan sangat membosankan. Hanya itu yang terus ia dengar ketika masuk ke ruangan atasannya, hanya itu yang ia dapatkan ketika kakinya harus masuk ke ruangan atasannya.


Atasan Raka berdiri, “Sudah cukup!!! Kalau kamu bicara lagi saya pecat kamu!!!!”
Seketika Raka terdiam, mulutnya seakan terkunci rapat, kata-kata yang masih ingin keluar itu kembali tertelan. Dalam Hati Raka berpikir jika ia dipecat nanti maka itu akan sangat mengecewakan ayahnya, Raka tidak akan bisa membantu keluarganya lagi, padahal ia satu-satunya anak yang membantu ayah dan ibunya agar tetap bisa makan dan hidup.

“Maaf Pak..” Raka hanya mengeluarkan kata itu, kata yang sebenarnya tidak ingin ia keluarkan.

“Silahkan keluar dari ruangan saya!!” Raka berjalan keluar mendengar perkataan atasannya itu, langkah kakinya terasa berat mengingat masih ada yang ingin ia bicarakan, ia masih tidak terima dengan perlakuan atasannya yang tidak mau mendengarnya, tidak mau mendengar penjelasannya.

~~~

“Ibu...ini seharusnya begini, pencatatan penjualan dan pembelian ini terbalik bu, jumlahnya jadi tidak sama bu ini.” Raka memperlihatkan kesalahan yang ada pada pembukuan itu.

Raka disini memang bertugas sebagai pemeriksa pembukuan keuangan perusahaan, jadi laporan-laporan yang dibuat karyawan lain kemudiaan diberikan pada Raka untuk diperiksa. Hal ini lah yang sering membuat Raka bekerja keras, membetulkan semuanya sendiri jika terjadi kesalahan karena karyawan lain tidak ingin disalahkan hanya karena Raka karyawan baru dan masih muda. Hal ini juga lah yang membuat Raka dipanggil atasannya karena dianggap membuat masalah dengan karyawan lain.

“Sudah benar saya tadi mencatatnya, coba diperiksa lagi, saya mau membuat laporan yang lain..” Karyawan itu langsung pergi meninggalkan Raka tanpa mendengarkan koreksi Raka.

“Pak, tolong bapak  saja yang periksa, saya masih banyak laporan yang belum saya periksa.” Raka memberikan laporan karyawan tadi pada rekannya yang lain agar dibetulkan kesalahannya.

Rekan kerja Raka itu kemudian memeriksa sebentar dan kemudian berjalan ke tempat kerja karyawan yang membuat laporan itu. Tidak berapa lama laporan itu diberikan dan rekan kerja Raka ini kembali ke tempatnya tanpa membawa laporan yang ia bawa tadi. Dalam hati Raka menerka-nerka, mungkin saja ibu itu mau membetulkan laporannya.

“Pak, itu tadi laporannya dibetulkan ibu itu sendiri ya pak?” Raka kemudian bertanya.

“Iya, tadi saya lihat ada kesalahan dan dia mau  membetulkan sendiri . Makanya kalau bicara dengan karyawan yang lain sopan.”

Raka hanya tersenyum dan berbicara dalam hati, “Perasaan aku sudah sopan bicaranya, mereka aja yang nggak mau dengerin aku. Betul saja dia mau membenarkan laporannya, rekan kerjaku ini memang sudah jauh berpengalaman dari aku, jauh lebih tua pula.”
Raka mencoba bersabar dan berpikir lagi bagaimana agar ia didengarkan. Apa harus bersabar sampai nanti sudah bertahun-tahun di sini?Sulit memang keadaan Raka sekarang, yang muda tidak didengarkan sekalipun pendapatnya benar. Pemikiran orang-orang di kantor Raka yang kolot, yang jadul, dimana orang tua harus selalu dihormati dan dihargai serta menjadi yang paling benar memang menyulitkan Raka untuk berkembang.

Raka pun di dalam kamarnya merenung, mengingat-ingat lagi tujuannya ke sini, semua ia lakukan demi keluarganya. Raka teringat ayah dan ibunya, muncul bayang-bayang ayah dan ibunya, kemudian Raka teringat sesuatu. Raka teringat pemeberian ayahnya sebelum ia berangkat ke kota ini, ayahnya memberikan selembar kain hitam.

Raka kemudian berpikir lagi, memang pemberian ayahnya itu berhubungan dengan tempat kerjanya sekarang. “Wahhhh..benar juga ya ternyata kain hitam ini untuk itu, ternyata kain hitam ini mengingatkanku, seandainya saja aku tahu dari awal pasti aku bisa menghadapi semua ini.”

Ya, Raka sadar bahwa kain hitam itu harus ia gunakan pada orang-orang di tempat kerjanya ketika ia mengoreksi kesalahan dan memberi saran, digunakannya untuk menutup mata orang itu. Digunakannya agar orang-orang itu tidak melihat Raka dari usianya yang masih muda, tidak dilihatnya wajah muda dari Raka, tidak melihat bahwa dia baru saja bekerja di tempat itu.

“Hahahaha...tapi tidak mungkin aku melakukan itu, menutup mata mereka, kena marah pasti aku nanti. Setidaknya ini untuk memberiku kekuatan agar bisa bersabar, agar bisa siap menghadapi semua itu.” Raka hanya tertawa dan kembali bersemangat.

Raka sudah bertekad tidak akan diam saja menghadapi orang-orang di kanttornya, kain hitam pemberian ayahnya itu ternyata memberikan semangat padanya untuk bisa merubah pemikiran orang-orang di kantornya agar mau mendengarkan yang lebih muda dan yang masih kurang berpengalaman. Ya memang bukan masalah usia dan pengalaman semata, jika memang benar dan baik maka sebaiknya didengarkan, tidak perlu bukan kain hitam untuk menutup mata mereka yang tidak mau mendengarkan? Itulah tekad Raka, merubah pemikiran itu agar perusahaan tempatnya bekerja semakin maju dengan mau mendengarkan.

0 komentar:

Posting Komentar

Contact

agassirindy@gmail.com

Pengikut

blog-indonesia.com

Indonesia

Indonesia