blogger widget
Selasa, 21 Februari 2012

Oni


Seperti aliran sungai yang terus mengalir uang yang mengalir ke orang tua Oni selalu saja mengalir, tak pernah berhenti seperti sungai yang kehilangan airnya saat musim kemarau panjang. Orang tua Oni bekerja sebagai pengusaha yang sukses, usahanya bermacam-macam dan itu yang membuatnya uang mereka selalu mengalir, tidak terpengaruh jika ada satu usaha yang mengalami kerugian karena usaha yang lain akan menutupinya.

Begitu mudahnya uang ada begitu mudahnya juga Oni meminta banyak hal, dari mobil, handphone, sampai rumah untuk dia sendiri. Padahal usia Oni masih 17 tahun tapi barang-barang yang dia miliki melampaui jauh dari apa yang semestinya dimiliki anak seusianya.

"Papa, mobil yang aku punya ini terlalu besar pa." Seperti biasa Oni mengeluh tentang apa yang dimilikinya dan itu menjadi senjatanya juga untuk bisa mendapatkan yang baru. Dengan keluhan maka akan muncul yang baru, itu lah yang selalu dilakukan Oni.

Seperti biasa pula dengan santainya papa Oni menjawab akan membelikan mobil baru. Dan memang benar keesokan harinya mobil lama sudah diganti dengan mobil yang baru. Belum puas akan keluhannya Oni kembali mengeluh pada papanya, kali ini Oni sambil melihat ke arah cermin di ruang keluarganya itu, "Kurang pas ni pa kalau di leher aku kalungnya bukan kalung emas putih."

Sang papa tersenyum, "Iya deh iya anakku yang cantik, nanti papa belikan kalung buat kamu." Pintar memang Oni dalam meminta suatu hal, dengan mudahnya pasti permintaannya akan dikabulkan karena selain uang orang tuanya yang melimpah dia juga merupakan anak tunggal di keluarganya. Satu per satu permintaannya selalu dikabulkan dan itu menjadikan dia hidup dengan sempurna.

Begitu lah kehidupan yang dijalankan Oni, begitu sempurna di mata orang lain tetapi ternyata belum sempurna di mata Oni. Selalu saja ia ingin hal yang lebih dari apa yang diinginkan, tetapi memang begitu lah selalu saja tidak puas dengan apa yang dimiliki. Ketika berada di atas maka tidak akan mau untuk melihat ke bawah, dan itu pula yang terjadi pada Oni, selalu ingin melihat ke atas, selalu mencari kesempurnaan.
~~~

Perlahan demi perlahan satu per satu usaha orang tuanya mulai berguguran, seperti daun di musim gugur, satu per satu mulai berjatuhan menyentuh tanah, mulai jatuh dan hilang. Satu per satu permintaan yang diminta oleh Oni juga semakin sulit untuk dikabulkan. Bukannya dikabulkan justru apa yang Oni punya sekarang mulai hilang sedikit demi sedikit.

Sederas air sungai mengalir, sebanyak air sungai yang mengalir pasti suatu waktu akan ada hambatan yang menghadang laju air itu. Uang orang tua Oni mulai terhambat alirannya, entah pergi kemana uang-uang itu, dan sampai pada akhirnya berhenti sama sekali. Tak ada lagi aliran uang, tak ada lagi uang yang melimpah.

Bisa dibayangkan bagaimana kehidupan Oni sekarang, kesempurnaannya perlahan mulai memudar. Apa yang dia miliki mulai hilang satu per satu. Kekecewaan dan kesedihan tentu dirasakan Oni, dan tentunya sekarang penyesalan lah yang paling mendominasi dalam hati Oni. Ketika melihat ke cermin dalam hati Oni hanya bisa berkata," Tidak masalah sebenarnya dulu aku hanya memakai kalung emas biasa, dari pada sekarang aku tidak memakai kalung sama sekali."

Oni hanya duduk termenung dan melihat ke arah luar, melihat mobil yang dia miliki sudah tidak ada. Lagi-lagi penyesalan kembali datang, "tidak apa kalau aku punya mobil yang besar itu dari pada sekarang aku sudah tidak punya mobil lagi."

Melihat keadaan sekitar Oni kembali hanya bisa bersedih, melihat keadaan rumah yang jauh berbeda dari dulu, membandingkan dengan rumah mewah yang dahulu. Ini hanyalah sebuah rumah sederhana, ukurannya pun lebih kecil dari rumahnya yang dulu. Sekarang Oni harus menghadapi kenyataan, menghadapi bagaimana dia bisa bertahan dengan sikap perfeksionisnya ketika dirinya berada di bawah.

Sekarang Oni merasakan bagaimana melihat kesempurnaan dari ketidaksempurnaan yang ia alami, ia merasakan bagaimana rasanya melihat ke atas dengan kondisinya sekarang yang sedang ada di bawah, dengan kondisi jauh dari kemewahan. Oni juga tersadar bahwa tidak ada yang sempurna, tidak ada gunanya mengejar kesempurnaan, mengejar kesempurnaan hanya membuang waktunya, dan membuang segalanya. 

Ketika berada di atas seharusnya bukan hanya selalu melihat ke atas, terus melihat kesempurnaan tetapi seharusnya melihat ke bawah untuk  melihat bagaimana ketidaksempurnaan itu ada. Melihat begitu mahalnya kesempurnaan yang Oni miliki dulu, dan sekarang hanya penyesalan dan kesedihan yang dirasakan Oni.

0 komentar:

Posting Komentar

Contact

agassirindy@gmail.com

Pengikut

blog-indonesia.com

Indonesia

Indonesia