Melihat
pemandangan di depan mata membuat pikiran ini terbang melayang ke masa lalu,
sepuluh tahun yang lalu. Samar-samar memang tapi terasa menyakitkan untukku, gumpalan
kesedihan mulai pecah dan menyebar ke seluruh tubuhku. Selanjutnya air mata tak
mampu berdiam di tempatnya saja, perlahan dorongan kuat dari buliran-buliran
kesedihan menjadikannya turun perlahan mengikuti gravitasi.
Aku
mencoba memejamkan mataku, mencoba menghapus semua ini, tapi ternyata justru
kepingan-kepingan kenangan masa lalu makin tersusun rapi membentuk sebuah
gambaran yang terasa nyata bagiku. Pertengkaran suami dan istri di antara
hijaunya taman di sini mampu merubah semuanya, gersang dan kepedihan menjadi
selimut baru di taman yang hijau ini.
Aku
tak mau melawannya, aku biarkan setiap kepingan kenangan di kepalaku mengalir,
membiarkannya seperti sehelai daun yang terbawa arus sungai dengan lembut. Aku
membuka mataku dan melihat kembali apa yang ada di depanku. Aku seperti
merasakan lagi suasana masa laluku, sebuah tontonan yang berakhir tak bahagia,
suami istri itu berjalan menuju arah yang berbeda dengan wajah terlipat.
Aku
tak tahu kenapa kenangan buruk ini terus melekat sepanjang hidupku, mungkin
karena saat itu setiap butir kenangan yang aku terima menjadi pondasi bagi masa
depan pikiranku. Jika ingin membuat seseorang menjadi manusia yang penuh
amarah, kebencian, dan trauma maka cukup beri saja dia tontonan pertengkaran
sepanjang hari ketika dia masih kecil, pasti itu akan membekas di pikiran dan
perasaannya, seperti bekas luka yang tak kunjung sembuh sepanjang hidup.
“Ayo
nak tiup lilinnya..” Aku tersentak dari lamunan. Seorang laki-laki dan
perempuan yang baru aku kenal selama lima tahun kini menjadi ayah dan ibuku
yang baru.
Aku
memandangi angka 17 dengan lilin di atasnya yang menyala, tak kuasa aku menahan
tangis, kobaran kecil api di lilin itu membuat air bah tumpah keluar dari mataku
tak terbendung. Bongkahan besar kenangan jatuh tepat di pikiran dan perasaanku,
membuat sebuah lubang besar kepedihan yang akan terus membekas, tak akan pernah
hilang sepanjang hidupku. Kobaran api yang selalu membawaku untuk melihat ayah
dan ibuku dulu saling membakar tubuh satu sama lain, menjadi akhir dari seluruh
pertengkaran yang terjadi sepuluh tahun lalu, dan tentunya menjadi akhir bagiku
untuk merasakan kasih sayang dari mereka berdua.
4 komentar:
Amazing blog and very interesting stuff you got here! I definitely learned a lot from reading through some of your earlier posts as well and decided to drop a comment on this one!
Amazing blog and very interesting stuff you got here!
I definitely comply with some points that you just have mentioned on this post. I appreciate that you just have shared some reliable recommendations on this review.
It was very useful for me. Keep sharing such ideas in the future as well. This was actually what I was looking for, and I am glad to came here! Thanks for sharing the such information with us.
Posting Komentar