blogger widget
Senin, 12 Agustus 2013

Viona


Kilauan cahaya terpantul dari kaca rias mungil yang aku pegang sekarang, sisi-sisinya yang berbentuk siku-siku terlihat tipis dan tajam, ingin kulepas kaca persegi empat ini dari dudukannya. Di bayanganku sudah tergambar jelas apa yang akan aku lakukan selanjutnya, begitu kaca ini aku lepas dengan erat aku pegang dan aku goreskan di tangan wanita cantik di sebelahku ini. Matanya yang indah pasti akan tertutup menahan sakit, buliran air mata perlahan pasti akan keluar ketika sayatan mengenai nadi di tangan kirinya. Rambut lurus dan terurai sempurna itu pasti akan acak-acakan nantinya, terhempas kesana kemari oleh kepanikan. Kulit putih mulus di tangan kirinya tak lama lagi akan berwarna merah darah, noda-noda darah akan berceceran di kemeja putihnya.

Tapi tunggu dulu, itu hanya bayangan jahatku jauh di dalam hati sana, niat yang terpendam sangat jauh di balik tembok-tembok ketegaran yang sudah aku bangun bertahun-bertahun. Tak mungkin tembok itu aku runtuhkan seketika hanya untuk membangkitkan niat jahat yang selama bertahun-tahun sudah aku pendam jauh, niat yang tak mungkin aku hilangkan sampai sekarang, entah bagaimana caranya.

Dari bayangan di kaca rias yang aku pegang terlihat wajahnya begitu cantik, aku membandingkannya dengan wajahku ini. Turun ke bawah terlihat di cermin logam berbentuk persegi panjang berukuran kecil yang terukir nama Adelia. Nama yang juga terukir di hatiku, ukiran yang aku coba sembunyikan jauh di dalam dasar hati.

“kakakk Claraaa..” Suara lembut, kecil, dan khas anak kecil mengagetkanku, membuyarkan imajinasi yang sedang aku tata di dalam kepala. Seketika aku melihat ke arah suara itu, anak perempuan cantik datang menghampiri dengan senyum khas anak usia 5 tahun itu.

“Haloo Vionaaa.” Aku menyapa dengan senyum ramah dan mencubit pipinya yang gemuk dan lucu itu.
Aku membelai rambut panjangnya, rambut yang sama indah dengan rambut teman kerja di sebelahku ini, Adelia. Teman kerja yang sudah sekitar 3 tahun bersamaku di kantor ini.

“Emang ini anak ibunya, mirip banget.” aku melihat ke arah Adelia dan tersenyum,  Viona mengurai rambutnya ke belakang, sama persis seperti kebiasaan yang dilakukan oleh ibunya, ya Adelia pun tak pernah ketinggalan mengurai atau menghempaskan rambutnya ke belakang, kebiasaan yang menurun pada anaknya ini.

“Hai Clara.” Suara laki-laki dewasa terdengar di telingaku, suara yang dalam dan lembut, dan ketika aku melihatnya ke arahnya, matanya sama dengan mata Viona. Dega namanya, suami Adelia, ayah dari Viona, dan Dega laki-laki yang dulu hampir menjadi suamiku, ketika aku dan dia nyaris  menginjakkan kaki di jalan hidup bersama dia membelok dan lebih memilih jalan bersama wanita lain.

0 komentar:

Posting Komentar

Contact

agassirindy@gmail.com

Pengikut

blog-indonesia.com

Indonesia

Indonesia